Sedikit contoh kasus tentang Ujian Nasional:
JAKARTA, Juni 2009 – Peristiwa memalukan kembali terjadi di dunia pendidikan. Tahun ini terdapat 19 SMA di Indonesia yang 100 persen siswanya tidak lulus ujian nasional (unas). Diduga, itu disebabkan kunci jawaban palsu yang diedarkan sekolah kepada siswa.
Lampung - Banyaknya siswa bunuh diri akibat gagal Ujian Nasional (UN) kembali terulang di tahun ini. Sistem kelulusan berdasarkan UN yang diterapkan sejak setahun lalu terbukti tidak menyelesaikan persoalan. Masalah dunia pendidikan malah semakin bertambah. UN perlu dievaluasi. "Dari semenjak semula, saya berpendapat UN bertentangan dengan UU Sisdiknas. Saya menyambut baik adanya evaluasi UN," kata Ketua DPR Agung Laksono usai menghadiri HUT ke-61 Kabupaten Lampung Tengah di lapangan terminal Terbanggi, Lampung Tengah, Lampung, Minggu (24/6/2007).
Mungkin buka hal baru lagi. Ujian Nasional sudah mempengaruhi begitu banyak hal, dari segi pendidikan, ekonomi, sampai kejiwaan dan sosial.
Apabila suatu sekolah berhasil mendapatkan rata-rata yang tinggi di UN, sekolah itu akan dicap bagus oleh masyarakat. Memang tidak ada yang salah, tapi hal ini sepertinya menjadi beban tersendiri karena sekolah bisa melakukan apa saja untuk menaikkan rata-rata sekolah, entah dengan cara yang halal atau justru haram dan tidak terpuji. Para siswa bisa tertekan, atau justru bisa merasa aman-aman saja karena ada bocoran dari pihak yang tidak berwenang. Yang penting, nilai bagus, nama sekolah terangkat, bisa melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi sesuai cita-cita.
Lalu apa hubungannya dengan ekonomi? UN bisa menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Mulai dari lembaga bimbingan belajar, tambahan les privat, sampai cara curang macam menjual jawaban UN. Cara paling terakhir bisa menjadi alternatif bagi yang sudah merasa gag mampu, walau modalnya harus besar. Harga yang menguras kantong, kewaspadaan tinggi, kemungkinan kunci palsu dan salah hanyalah sedikit dari hal-hal yang harus diperhitungkan ketika melakukan perbuatan sesat itu.
Dari segi sosial dan kejiawaan juga berpengaruh. Siswa yang tidak lulus bisa menjadi tertekan, dan ini berpengaruh pula pada nama sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Jadilah itu alasan-alasan untuk meniadakan UN. Sebenarnya masuk akal, tapi . . .
Kenapa baru dirapatkan sekarang ketika kelulusan sudah diambang mata? Lucu lagi, baru saja ada kabar kalau UN dimajukan menjadi Maret, dan sekarang ini baru dirapatkan oleh lembaga tinggi negara untuk ditiadakan.
Kalau aku pribadi, tentu saja aku ingin UN ditiadakan saja. Tapi masalahnya, kelulusan tinggal sebentar lagi dengan persiapan yang tidak sedikit. Tidak hanya siswa yang repot, sekolah dan para guru juga pasti merasa pusing. Jadi kalau mau membatalkan, batalkan aja untuk tahun depan dan biarkan tahun ini menjadi tahun terakhir UN. Itulah saranku.
Dan bagi pemerintah, pikirkan setiap keputusan dengan matang. Karena kamilah yang akan menjalankan besok.
11.27.2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment